Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
by : nongklek aza, minggu 29 Sept'13
‘Ojo ngaku Arek Suroboyo nek gak
ngerti Sawunggaling’
Emang bener sih kata2 itu. Masak
orang Surabaya gag ngerti Sawunggaling?
Mungkin sebagian orang luar kota
bertanya tanya tentang sawunggaling. Wajarlah kalo itu….
Kemarin hari minggu tgl 29 Sept’13
mungkin hari yang paling bersejarah bagi masyarakat Lidah Wetan Surabaya.
Karena pada hari itu di wilayah Lidah Wetan Surabaya telah diresmikan makam Sawunggaling
(berada di masjid Al-Kubro Lidah Wetan tepatnya di jalan Lidah Wetan IV) sebagai
salah satu cagar budaya Indonesia.
Heemmm…..perasaan haru dan bangga sebagai arek Lidah Wetan Sawunggaling saat prasasti
itu di tanda tangani secara resmi.
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Banyak acara yang disuguhkan
dalam gelar itu. Diantaranya kirab/karnaval, teater pendek sawunggaling, lomba
solo’ dan panah sawunggaling, doa bersama/istighosah, dan wayang kulit. Mungkin
sudah adatnya atau mitos yang di bawah masyarakat Lidah Wetan kale ya…, sebelum
gelar acara pasti dilakukan ritual atau sungkem dulu kepada danyang Lidah Wetan (yang dikenal dengan
sebutan mbah Suroh) agar diberi
kelancaran dalam prosesi acara gelar budaya tersebut.
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Mungkin sebagian orang
ada yang percaya atau sebaliknya gak percaya karena takut menjurus ke sirik.
Tapi kenyataan berkata lain. Dengan mata sendiri aku menyaksikan dengan tiba2
salah satu anggota kirab (bapak2) yang bertugas membawa polo pendem (segala makanan jenis umbi2an) jatuh tak sadarkan diri.
Padahal bapak tersebut dalam keadaan belum menggotong peti yang berisi polo
pendem tersebut, jadi masih dalam keadaan santai bersama peserta kirab lainnya.
Kontan kejadian heboh itu mengundang banyak perhatian. Setelah sekian menit
berlangsung, bapak tersebut sadar kembali. Dan apa yang dikatakan bapak
tersebut ???? ternyata beliau melihat seorang wanita yang sangat cantik sekali
bersama anak-anak kecil. Dan menurutnya lagi, wanita tersebut sangat lah asing dan
bukanlah warga sekitar sawunggaling. Nah lo…… Wallahu'alam
bissawab.......والله أعلمُ بالـصـواب
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling
adalah perwujudan dari prakarsa segenap masyarakat Lidah Wetan dan sekitarnya
beserta para pemuda pemudi Lidah Wetan, ibu2 PKK Lidah Wetan, bapak2 pecinta
sepeda kuno, segenap perangkat kelurahan Lidah Wetan, mahasiswa dari unesa, dan
segenap para jurnalis dan fotografer dari berbagai media baik cetak maupun
elektronik. Dan apa yang mereka impikan ternyata terwujud dan sukses dalam
mewujudkan gelar budaya tersebut.
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Dalam acara
tersebut, kita disuguhkan dengan gelar teater pendek yang mengulas balik
tentang sosok Sawunggaling dan ini merupakan acara pembuka. Demikian juga
dengan kirab/karnaval di haruskan memakai kostum tempo dulu yang berkaitan
dengan sawunggaling. Ratusan warga sekitar yang memeriahkan gelar budaya
tersebut terlihat antusias, tumpah ria dan tanpa pamrih mereka mengikuti jalan
nya acara tanpa tending aling2. Mereka berjalan sejauh (sekitar) 3 km yang
dimulai dari masjid Al-Kubro dan berakhir di kelurahan Lidah Wetan. Para peserta kirab sendiri terdiri
dari rombongan reog ponorogo, teater unesa dalam bentuk prajurit dan pengawal
kerajaan, ibu2 dan remaja2 berkostum tempo dulu, rombongan bapak2 pencinta
sepeda kuno dan ratusan warga yang berkostum unik dan kuno. Acara puncak
sendiri adalah lomba solo’ dan panah
yang diulas balik sebagai perwujudan perjuangan Sawunggaling dalam merebut
kursi adipati Surabaya dalam cengkraman kompeni belanda.
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Untuk lebih detail
nya tentang siapa Sawunggalling yang sebenarnya, aku akan kilas balik sesuai
dengan cerita yang beredar….langsung aja ya…ini history nya….
Sawunggaling
Dulu nama Sawunggaling
adalah Joko Berek. Dia dilahirkan oleh seorang perempuan desa yang bernama Dewi
Sangkrah. Pada suatu hari si Joko Berek merengek karena selalu di olok-olok
teman sepermainannya bahwa dia adalah anak haram karena tidak memiliki ayah
kandung. Karena jengkel dan marah, dia menyampaikan uneg2nya kepada ibunya..
Dewi Sangkrah menyadari perasaan Joko Berek dan beliau sudah merasa pantas
untuk menceritakan kepada dia siapa sebenarnya ayah kandungnya. Dengan perasaan
berat dan tegas, Dewi Sangkrah berkata bahwa ayah kandungnya adalah Jayengrana seorang
Adipati di Kadipaten Surabaya.
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Singkat cerita,
Joko Berek berangkat ke Kadipaten Surabaya untuk menjumpai ayahnya. Tapi tak
mudah untuk memasuki kadipaten Surabaya, karena para prajurit penjaga tidak memperbolehkan Joko Berek masuk.
Maka terjadilah pertarungan diantara mereka. Pertarungan itu diketahui oleh
putera Adipati Jayengrana yang bernama Sawungsari
dan Sawungrana dan mereka pun melerainya. Karena Joko Berek kokoh pada
pendiriannya yaitu ingin bertemu dengan Jayengrana maka dua putera Jayengrana ini
pun menyerang Joko Berek dan menyuruh agar pulang kembali kerumahnya. Tapi Joko
Berek tidak mau dan terjadilah perkelahian. Karena mendengar adanya keributan
di luar, Adipati Jayangrana keluar dan menyakan tentang gerangan apa yang
terjadi. Joko berek menjelaskan bahwa ia ingin bertemu dengan ayahandanya yang
bernama Jayengrana. Tetapi Adipati Jayengrana gak percaya begitu saja. Beliau menanyakan
tentang ibu Joko Berek dan bukti bahwa ia adalah puteranya. Maka Joko Berek
menyebutkan bahwa ia putera dari Biyung Dewi Sangkrah dan mengeluarkan
selendang Cinde Puspita yang dulu oleh Adipati Jayengrana diberikan pada Dewi
Sangkrah yang dicintainya. Akhirnya Adipati Jayengrana percaya bahwa Joko Berek
adalah anaknya. Dipeluknya Joko Berek dan dikenalkan kepada kedua saudaranya
yaitu Sawungrana dan Sawungsari. Jaka Berekpun tinggal di kadipaten dan
berganti nama menjadi Sawunggaling
Suatu hari Kadipaten Surabaya
kedatangan kompeni belanda yang dipimpin oleh Kapten Knol yang membawa surat
dari Jenderal De Boor yang isinya mengatakan bahwa kedudukan adipati di
Surabaya akan dicabut karena Adipati Jayengrana tak mau bekerjasama dengan
kompeni belanda. Tetapi pada saat itu,ada pengumuman bahwa di alun-alun
Kartasura akan diadakan sayembara sodoran (perang tanding prajurit berkuda
dengan bersenjata tombak) dengan memanah umbul-umbul yang bernama umbul-umbul
Yunggul Yuda.
Adipati Jayengrana yang sudah dicabut kedudukannya itupun menyuruh kedua anaknya agar giat berlatih untuk mengikuti sayembara itu. Pemenang dari sayembara itu akan diangkat menjadi adipati di Surabaya. Pada hari sayembara diadakan, tanpa memberitahu Sawunggaling, Jayengrana dan kedua puteranya pergi ke Kartasura.dan tanpa setahu merekapun Sawunggaling juga pergi ke Kartasura. Sebelum berangkat Sawunggaling pulang ke desa meminta do’a restu dari ibu, kakek dan neneknya.
Sayembara memanah umbul-umbul itu ternyata hanya diikuti oleh
Sawungrana dan Sawungsari, tetapi keduanya gagal tak bisa menjatuhkan
umbul-umbul Tunggul Yuda yang dipasang di Menara Galah. Karena tak ada
pemenangnya, Sosra Adiningrat yang bertindak sebagai panitia pelaksana lomba,
segera mengadakan pendaftaran lagi.
Pada saat itu ada seorang pemuda yang ikut mendaftar dan ternyata dialah Sawunggaling dan diapulalah satu-satunya yang bisa menjatuhkan umbul-umbul Tunggul Yuda. Dengan kemenangan ini selain diangkat menjadi adipati, Sawunggalingpun mendapatkan puteri dari Amangkurat Agung di Kartasura yang bernama Nini Sekat Kedaton.
Pada saat itu ada seorang pemuda yang ikut mendaftar dan ternyata dialah Sawunggaling dan diapulalah satu-satunya yang bisa menjatuhkan umbul-umbul Tunggul Yuda. Dengan kemenangan ini selain diangkat menjadi adipati, Sawunggalingpun mendapatkan puteri dari Amangkurat Agung di Kartasura yang bernama Nini Sekat Kedaton.
Keberhasilan sawunggaling itu
membuat iri dua saudaranya. Sawungrana dan sawungsari ingin mencelakakan
sawunggaling, pada saat pesta besar-besaran untuk merayakan pengangkatan
Sawunggaling sebagai adipati di Surabaya, secara diam-diam mereka memasukkan
bubuk racun ke dalam gelas minuman Sawunggaling.namun perbuatan itu diketahui
oleh Adipati Cakraningrat dari Madura. Ketika minuman itu disodorkan pada
Sawunggaling,Adipati Cakraningrat pura-pura menubruk Sawunggaling yang
mengakibatkan terjatuhnya gelas berisi racun itu. Dengan cepat, disambarnya
tangan Adipati Cakraningrat dan ditariknya keluar dari kadipaten. Dengan marah
sawunggaling menanyakan kejadian tersebut. Adipati Cakraningrat menjelaskan
bahwa minuman tadi beracun dan yang membubuhi racun adala saudaranya sendiri
yang bekerjasama dengan kopeni belanda. Sejak saat itu Sawunggaling bertekad
memerangi belanda, dia selalu menambah kekuatan laskarnya. Dalam suatu
peperangan yang sengit Sawunggaling berhasil membunuh Jenderal De Boor.
Nah….begitulah sobat….kisah heroic dan asal usul sawunggaling menurut cerita yang beredar di masyarakat lidah wetan. Maaf kalau ada yang kurang atau lebih, atau ada tokoh/tempat yang salah penulisannya.
Mengapa makam sawunggaling ada di
Lidah Wetan Surabaya? Menurut cerita
sih katanya Sawunggaling sakit parah di daerah kupang dan meninggal disana,
lalu dimakam kan di Lidah Wetan
….begitu ceritanya….
Gelar Budaya Sawunggaling by : nongklek aza |
Oiya…sukses buat warga Lidah
Wetan Surabaya dan sekitarnya yang telah mengadakan acara Gelar Budaya
Sawunggaling.