Kamis, 13 Juni 2013

KUBURAN PENELEH ( makam Belanda ) SURABAYA






by : Nongklek Aza
Rabu, 22 Mei 2013




Peneleh merupakan salah satu kawasan asli Kota Surabaya. Nama Peneleh lahir di zaman Kerajaan Singosari. Asal kata “peneleh” berasal dari lokasi ini yang dahulunya merupakan tempat bersemayamnya pangeran pilihan (pinilih), putra Wisnu Wardhana yang memiliki pangkat setara dengan bupati. Pangeran tersebut kemudian diangkat menjadi pemimpin di daerah yang berada antara Sungai Pegirian dan Kalimas ini. Kawasan Peneleh sendiri merupakan salah satu bagian sejarah Kota Surabaya karena di dalamnya memiliki beberapa peninggalan bersejarah diantaranya masjid kuno Peneleh, rumah HOS Cokroaminoto (tempat proklamator Ir. Soekarno tinggal pada saat beliau bersekolah), perkampungan tua, Pasar Peneleh (salah satu tempat di Jawa dimana saat itu buah anggur dapat dibeli) serta Makam Peneleh yang merupakan salah satu makam tertua di Jawa Timur.




Makam Peneleh, merupakan sebuah komplek pemakaman yang dibangun tahun 1814 dan menempati areal seluas 4,5 hektare. Meskipun kondisinya saat ini sangat kumuh dan memprihatinkan, namun masih menyisakan sisa-sisa eksotisme masa lalu. Banyak hal yang bisa digali di dalamnya. Detail ornamen berlanggam gothic dan doric, patung-patung berkarakter Romawi (meskipun sebagian besar sudah tidak dalam kondisi utuh) hanyalah sebagian kecil dari keindahan masa lalu yang masih bisa ditelusuri. Kisah hidup mereka yang meninggal bisa ditemukan di prasasti batu marmer ataupun besi cor.



Makam salah seorang presiden perusahaan VOC yang memiliki papan dari pinus India merupakan salah satu di antaranya. Beberapa jejak sejarah penting yang masih bisa ditelusuri antara lain, kuburan Gubernur Jenderal Pieter Merkus, satu-satunya pejabat tertinggi di Hindia Belanda yang dimakamkan di Peneleh. Gubernur Jenderal ini meninggalkan teka-teki di akhir hidupnya. Dia merupakan satu-satunya pejabat tertinggi negeri ini (saat itu) yang meninggal pada saat menjabat.
Pilihannya untuk pindah ke Surabaya pada saat sakit masih menjadi tanda tanya. Pejabat ke 47 ini lahir di Naarden, 18 Maret 1787 dan meninggal pada 2 Agustus 1844 pada umur 57 tahun. Prasasti di atas makam Merkus yang berusia hampir 170 tahun masih jelas terbaca. Prasasti tersebut berbahasa Belanda yang jika diartikan berbunyi : Paduka yang mulia Pieter Merkus, komandan pasukan tempur Hindia, veteran perang Prancis, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, memimpin tanah dan laut harapan Tuhan dan lain-lain. Beliau wafat di Simpang Huis (Istana Simpang atau Grahadi) 2 Agustus 1844. Menurut salah satu ahli waris pemuka Belanda yang dimakamkan di Peneleh itu, Rob van de Ven Renardel, keputusan Merkus di akhir hayatnya menimbulkan teka-teki di Sejarah Belanda.



Merkus, kata Rob, yang saat itu tinggal di Batavia memutuskan tinggal di Istana Bogor ketika sakit. “Namun ketika kesehatannya makin buruk dia memilih tinggal di Istana Simpang di Surabaya,” kata Rob dalam Majalah Monsun, edisi 10 April 1999. Perjalanan di Batavia-Surabaya yang melelahkan hampir sepekan itu justru membuat sakitnya bertambah parah. Ada dugaan Merkus ingin beristirahat sehingga memilih kota panas. Namun ada pandangan lain yang menyakini bahwa Merkus disingkirkan dari kekuasaan dan diasingkan oleh Belanda karena dianggap tidak loyal. Selain Merkus masih banyak tokoh-tokoh penting lain yang dimakamkan di sini seperti Pendeta pioner Ordo Yesuit di Surabaya, Martinus van den Elsen, yang berada di seberang pintu masuk. Makam puluhan biarawati Jalan Ursulin (Jl Darmo). Komandan perang Indochina, Neubronner van der Tuuk. Bahkan ada pula kuburan Rambaldo, orang pertama yang menjadi penerbang di Hindia. Makam arsitek Jembatan Porong, Ibrahim Simon Heels Berg hingga makam Wakil Kepala Mahkamah Agung, PJN de Perez. Namun kondisi komplek pemakaman yang tidak terawat menimbulkan keprihatinan tersendiri. Sisa-sisa makam dan prasasti yang berserakan, lingkungan kumuh merupakan sedikit gambaran kondisi makam saat ini. Memang, kompleks ini merupakan makam orang-orang Belanda, namun apa yang ada di dalamnya merupakan sebuah bukti yang bisa menjadi benang merah sejarah keberadaan Kota Surabaya. Sebuah pekerjaan rumah bersama yang harus segera dicari solusinya oleh semua komponen masyarakat Surabaya.



Sumber bahan:
- “Menyelamatkan Makam Peneleh, Dari Serdadu sampai Gubernur Jenderal”, Judi Prasetyo, Surya Online 25 Mei 2009
- Djawa Tempo Doeloe, Priyambodo Prayitno, blog